Pj Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin bersalaman dengan para jamaah Masjid Mungsolkanas. |
Setelah sebelumnya berada di Masjid Lautze 2, Bey,
didampingi oleh Adi Komar, Kepala Biro Administrasi Pimpinan Setda Jabar,
menghabiskan malam keempat Ramadan dengan beribadah bersama komunitas di masjid
tertua di Bandung.
Bey tiba sekitar pukul 19.05 WIB dan langsung bergabung
dengan jamaah yang akan melaksanakan tarawih di masjid yang telah berdiri sejak
tahun 1869.
Nama Mungsolkanas berasal dari bahasa Sunda, yang merupakan
singkatan dari ‘Mangga Urang Ngaos Sholawat ka Kanjeng Nabi SAW’ (ayo kita
bersalawat untuk Nabi Muhammad SAW).
Sholat tarawih di Masjid Mungsolkanas dilakukan sebanyak 23
rakaat. Setelah tarawih, Bey berkesempatan untuk bersilaturahmi dengan pengurus
DKM dan jamaah. “Saya memilih untuk tarawih di sini karena masjid ini memiliki
nilai historis yang tinggi,” kata Bey Machmudin.
Bey memberikan apresiasi kepada DKM yang telah memelihara
masjid bersejarah yang terletak di permukiman Gang Mama Winata. “Masjid ini
unik, alhamdulillah, saya dapat melaksanakan sholat tarawih 23 rakaat dan
sempat bersilaturahmi dengan DKM,” ujarnya.
Menurut Bey, melakukan tarawih keliling ke berbagai masjid
yang dikelola oleh masyarakat memberikan pengalaman yang berharga. Ia sengaja
tidak memberitahukan kedatangannya agar tidak memberatkan pengurus dan jamaah.
“Ketika melakukan tarawih keliling, kami harus beradaptasi
dengan adat istiadat masjid-masjid yang kami kunjungi,” tambahnya.
Masjid Mungsolkanas adalah masjid tertua di Kota Bandung.
Nama unik ini diberikan oleh Mama Aden atau R. Suradimadja alias Abdurohim.
Masjid Mungsolkanas didirikan pada tahun 1869. Awalnya,
masjid ini hanya berupa tajug sederhana dengan struktur bangunan berupa kobong
dan panggung yang terbuat dari bilik. Bangunan masjid ini didirikan di atas
tanah wakaf dari Nenek Zakaria yang bernama Lantenas, janda dari R. Suradipura,
Camat Lengkong Sukabumi yang meninggal pada tahun 1869.
Tajug yang telah berdiri selama lebih dari 140 tahun ini
pertama kali direnovasi menjadi masjid pada tahun 1933, ketika Wali Kota masih
dijabat oleh orang dari pemerintah Belanda, yaitu E.W Wermuth. Renovasi Masjid
Mungsolkanas hampir bersamaan dengan renovasi Masjid Kaum Cipaganti oleh Wolf
Schumaker.
Namun, ada perbedaan antara kedua renovasi tersebut.
Mungsolkanas direnovasi dengan biaya dan inisiatif dari Mama Aden, sedangkan
Masjid Kaum Cipaganti direnovasi dengan dana dari pemerintah kolonial Belanda.
Renovasi besar-besaran Masjid Mungsolkanas terjadi pada
tahun 1994, di era Wali Kota Wahyu Hamidjaja. Hingga saat ini, Masjid
Mungsolkanas masih menjadi tempat ibadah bagi banyak jamaah. Selama bulan
Ramadan, masjid ini juga menyelenggarakan berbagai kegiatan, mulai dari kuliah
subuh hingga pembagian takjil gratis. (dn)