tRbFFwIJXCPvDkjdZ6hw7BrVzKSmv3z6tIDMFXHn
Bookmark

Juru Sumbangan Pembangunan Masjid di Jalan Berharap Dapat Diberikan Pekerjaan Baru Jika Dilarang

Warga Bekasi Utara menampung sumbangan pembangunan masjid di perempatan jalan.
Bekasicyber.ID, BEKASI UTARA - Menjual senyuman kepada setiap pengendara, berbekal jaringan ikan untuk menampung dana sumbangan, berjalan berkeliling menghampiri para pengendara di lampu merah.

Pemandangan tersebut tak asing dapat dilihat setiap pagi di lampu merah perempatan Teluk Pucung, Bekasi Utara. Jalur lampu merah ini memang ramai dilewati warga Bekasi lantaran posisinya yang berdekatan dengan Stasiun Kota Bekasi, tempat aktivitas sentral warga, baik yang hendak bekerja dengan kereta api listrik ataupun tujuan Jawa dan sekitarnya dengan kereta api.

Uki (49 tahun) berperawakan tegap dengan kulit gosong setiap hari beroperasi di lampu merah ini untuk meminta sumbangan pembangunan masjid. Cukup hanya dengan bersandal jepit, mengenakan topi dan penutup hidung agar terlindungi dari asap kendaraan, Uki mengais rejeki dengan mengambil upahan meminta sumbangan dan untuk pembangunan masjid.

"Saya sudah 5 tahun kerja seperti ini bersama teman-teman karena memang belum ada pekerjaan lain, jadi ya memang setiap hari hanya dari upah ini saya buat makan keluarga," jelas Uki saat ditemui awak media di lampu merah Teluk Pucung, sambil sesekali mengusap keringatnya.

Uki tidak sendiri, ia bersama kedua rekannya beroperasi di jalan lampu merah dengan meminta sumbangan dari pengendara mobil dan roda dua

Ketiganya mengenakan kaos berlengan panjang dan rompi bertuliskan Panitia Pembangunan Masjid Jami Al Inayah, Kampung Pintu air.

Uki bersama dua rekan lainnya merupakan warga RT/RW 06/07 Kampung Pintu Air yang diberdayakan Masjid Jami Al Hidayah untuk meminta sumbangan di lampu merah Teluk Pucung setiap hari.

"Saya kerjanya 6 hari, sehari libur di hari minggu. Dari selepas sholat subuh pukul 5.30 pagi kami bertiga sudah stand by di lampu merah. Hi gga sampai pukul 10.00 siang. Kita kumpulkan dan setor ke masjid," terang Uki.

"Saya sudah mendengar kabar Surat Edaran dari pak gubernur yang melarang pekerjaan sepeti kami. Namun bagi kami memang tak ada pilihan lain. Selagi masih bisa meskipun dilarang tetap akan kami lakukan. Kecuali kami diberikan pekerjaan lain, barulah mungkin akan saya tinggalkan pekerjaan ini,"  papar Uki.

Dari pekerjaan ini Uki mengaku dapat mengumpulkan Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta setiap hari. Dari hasil yang ada, Uki bersama dua rekannya memperoleh upah 30 persen dari total sumbangan yang di dapat setiap hari.

"Pokoknya 30 persen itu kami bagi tiga, kisaran Rp 70 ribuan paling sedikit saya bawa pulang," jelas Uki.

Di lain pihak, aktivitas Uki memang agak mengganggu pengguna jalan. Karena kadang menghalangi pengendara yang ingin melaju saat lampu hijau menyala.

"Terganggu sedikit ya tapi sudah terbiasa, karena saya setiap hari lewat di jalur jalan ini," ungkap Mulyana seorang pengendara sepeda motor.

"Saya upayakan jika sudah mau hijau pokoknya menepi agar tidak mengganggu kendaraan yang melintas," sanggah Uki.

Terkait pelarangan Uki mengaku pasrah pada keadaan. Uki yang memiliki 3 orang anak berharap dapat terus bekerja upahan menarik sumbangan demi menghidupi keluarga.

"Kalau nanti mulai ditertibkan yaau bagaimana lagi. Saya tidak ada penghasilan lain kecuali dari upahan ini. Kami mohon kepada pemerintah dan pak gubernur dapat memberikan solusi. Karena saya sudah tidak muda lagi untuk mencari pekerjaan lain. Tolong jika dilarang berkan kami pekerjaan lain agar tetap bisa menghidupi keluarga," pungkasnya. (Yan)