tRbFFwIJXCPvDkjdZ6hw7BrVzKSmv3z6tIDMFXHn
Bookmark

Pecah Kongsi Kepala Daerah Gegara Mutasi Rotasi

 

Didit Susilo.

Oleh Didit Susilo (*)

PASCAPENYELENGGARAAN Pilkada, kepala daerah dilantik lalu mengikuti retreat yang sempat mengundang kontroversi. Selama lebih dari dua bulan, mereka menjalankan program 100 hari kerja. Namun, sayangnya, baru usai euforia merayakan kemenangan dan maaf-maafan saat Idul Fitri, mereka sudah berkonflik akibat masalah mutasi, promosi, dan demosi. 

Bupati dan Wakil Bupati Jember akan menjadi pemegang rekor sebagai pasangan kepala daerah pertama yang berpisah jalan. Bupati Jember, Gus Muhammad Fawait, dan Wakil Bupati Djoko Susanto diduga berselisih karena pembagian kuota mutasi yang tidak seimbang. Djoko Susanto merasa telah banyak mengeluarkan biaya untuk kampanye politik saat Pilkada, tetapi kini mulai dikesampingkan dan tidak dilibatkan dalam pengambilan kebijakan, terutama dalam pengangkatan pejabat tinggi daerah. 

Langkah mutasi yang dilakukan terkesan terburu-buru—sebanyak 17 kepala dinas/badan diganti. Sementara itu, Djoko menganggap bahwa orang-orang yang disingkirkan adalah pendukungnya selama Pilkada. Pasangan ini tampaknya tidak sempat menikmati masa bulan madu. Situasi menjadi rumit karena wakil bupati hanya dianggap sebagai cadangan. 

Bibit perpecahan antarkepala daerah juga terjadi di Jawa Barat. Bupati Tasikmalaya, Ade Sugianto, melaporkan Wakil Bupati Cecep Nurul Yakin atas dugaan pemalsuan surat resmi, kop surat, hingga stempel dinas yang mengatasnamakannya. Laporan tersebut diajukan ke Polres Tasikmalaya pada Jumat, 11 April 2025. 

Dugaan muncul dari adanya surat undangan untuk para camat pada akhir 25 Maret 2025 yang seolah-olah ditandatangani oleh Bupati Ade Sugianto, padahal surat itu dibuat tanpa sepengetahuan dan seizinnya. 

Sementara itu, di Kota Bekasi, Wali Kota dan Wakil Wali Kota, Tri Adhianto-Harris Bobihoe, akan segera melakukan rotasi dan mutasi besar-besaran. Selain untuk penyegaran, langkah ini juga bertujuan mengisi puluhan jabatan kosong dari eselon II hingga IV. Tentu saja, ada muatan politis di baliknya—pejabat yang "berkeringat" saat Pilkada mungkin akan diutamakan. Saat ini, semua calon pejabat harus menjalani pemeriksaan kesehatan untuk memastikan mereka sehat secara mental, moral, dan jasmani. 

Pergeseran dan penyegaran jabatan memang wajar, terlebih beberapa posisi eselon III yang strategis memasuki masa pensiun. 

Untuk menyukseskan visi-misi Bekasi Keren, terutama dalam meletakkan dasar program 100 hari kerja, Mas Tri—sebagai mantan birokrat—sudah sangat paham dalam menata timnya. 

Karakteristik birokrat Pemkot Bekasi ibarat gentong—besar di tengah—sehingga memerlukan manajemen yang handal. Diperlukan pejabat di berbagai level yang disiplin, visioner, jujur, dan mampu membina bawahannya. Arogansi kekuasaan yang berlebihan sama halnya dengan premanisme birokrasi, yang justru bertentangan dengan upaya Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang sedang gencar memberantas premanisme tetapi lupa membersihkan preman berjas. 

Mutasi dan rotasi harus didasarkan pada penilaian objektif terhadap kemampuan, kinerja, kebutuhan organisasi, dan kelayakan calon pejabat untuk bekerja sama mewujudkan program 100 hari kerja wali kota. Proses ini harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik sebagai bagian dari upaya mewujudkan visi-misi Kota Bekasi Keren. 

Mutasi dan rotasi harus adil dan tidak diskriminatif, mengesampingkan unsur politis seperti "yang berkeringat saat Pilkada" karena ASN wajib netral. Ini dapat menjadi sarana pengembangan karier yang adil dan mendidik—bukan karena ada balas jasa, melainkan murni berdasarkan kompetensi. 

Rotasi dan mutasi dapat meningkatkan efektivitas organisasi dengan menempatkan ASN pada posisi yang sesuai dengan keahliannya. Selain itu, ini bisa menjadi sarana pengembangan karier dengan memberikan pengalaman baru, meningkatkan kinerja, serta mengurangi stagnasi dengan tantangan di bidang berbeda. Tentu, yang terpenting adalah peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). 

Khusus untuk pengangkatan pejabat tinggi pratama (eselon II), diperlukan pertimbangan matang dan komprehensif. Proses open bidding atau asesmen harus fair dan terbuka. Pejabat yang diangkat harus memenuhi kriteria: 

1. Memiliki kompetensi sesuai jabatan, 

2. Berpengalaman dan memiliki rekam jejak baik di bidang terkait, 

3. Berintegritas dan bermoral tinggi, tanpa catatan pelanggaran etika,  

4. Mampu memimpin, memotivasi, dan mengarahkan bawahan. 

Struktur hasil mutasi pertama Mas Tri dan Bang Harris pascapelantikan akan menjadi cerminan "Gerbong Keren" untuk mewujudkan janji politik mereka. Kota Bekasi, yang memiliki APBD besar dan termasuk dalam 10 kabupaten/kota terkaya di Indonesia, berpeluang besar untuk semakin maju. Segala permasalahan seperti banjir, pengangguran, infrastruktur tidak memadai, kesejahteraan warga, serta korupsi birokrasi, diharapkan dapat teratasi secara signifikan. Harapan warga akan kesejahteraan dan layanan dasar harus terwujud, tidak sekadar menjadi slogan kampanye. 

Kunci utamanya, Mas Tri dan Bang Harris harus bersinergi, kompak, dan jauh dari bibit perpecahan. Mereka harus saling memahami tugas dan fungsi masing-masing meski berasal dari partai berbeda. Kepentingan partai politik pusat tidak boleh mengganggu kebijakan daerah. Tujuan utama mereka hanya satu: meningkatkan kesejahteraan warga Kota Bekasi agar semakin keren dan maju.

(*) Pewarta Bangkotan